Pages

Jumat, 25 April 2014

LARINGITIS



Definisi
 
Larynx adalah kotak suara. Larynx terdiri dari rangka tulang rawan yang memondokkan pita-pita suara, yang ditutupi oleh lapisan lendir. Otot-otot didalam larynx menyesuaikan posisi, bentuk, dan tegangan dari pita-pita suara, mengizinkan kita untuk membuat suara-suara yang berbeda. Segala perubahan dalam aliran udara (yang dihasilkan oleh paru-paru) diseluruh pita-pita suara akan mempengaruhi suara dan kwalitas suara.
Larynx berlokasi pada sambungan dari mulut dan trachea dan mempunyai penutup seperti flap yang disebut epiglottis, yang pekerjaannya adalah untuk mencegah makanan dan air liur memasuki larynx sewaktu menelan.
Laryngitis (larynx + itis = peradangan) adalah peradangan dari kotak suara, menyebabkan parau/serak atau suara yang berbunyi suara parau atau bahkan ketidakmampuan untuk berbicara. Radang akut laring, pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis ( common cold ).
Etiologi
Laringitis biasanya berkaitan bakteri yang menyebabkan radang lokal atau virus yang menyebabkan peradangan sistemik. Akan tetapi inflamasi tesebut juga dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab diantaranya adalah 
Laringitis akut
Laringitis kronis
  1. Rhinovirus
  2. Parainfluenza virus
  3. Adenovirus
  4. Virus mumps
  5. Varisella zooster virus
  6. Penggunaan asma inhaler
  7. Penggunaan suara berlebih dalam pekerjaan : Menyanyi, Berbicara dimuka umum Mengajar
  8. Alergi
  9. Streptococcus grup A
  10. Moraxella catarrhalis
  11. Gastroesophageal refluks
  1. Infeksi bakteri
  2. Infeksi tuberkulosis
  3. Sifilis
  4. Leprae
  5. Virus
  6. Jamur
  7. Actinomycosis
  8. Penggunaan suara berlebih
  9. Alergi
  10. Faktor lingkungan seperti asap, debu
  11. Penyakit sistemik : wegener granulomatosis, amiloidosis
  12. Alkohol
  13. Gatroesophageal refluks

Epidemiologi

Dari penelitian di Seattle – Amerika, didapatkan angka serangan croup pada bayi usia 0-5 bulan didapatkan 5.2 dari 1000 anak per tahun, pada bayi usia 6-12 bulan didapatkan 11 dari 1000 anak per tahun, pada anak usia 1 tahun didapatkan 14.9 dari 1000 anak per tahun, pada anak usia 2-3 tahun didapatkan 7.5 dari 1000 anak per tahun, dan pada anak usia 4-5 tahun didapatkan 3.1 dari 1000 anak per tahun.
Dari penelitian di Chapel Hill – NC, didapatkan data-data perbandingannya yaitu 24.3, 39.7, 47, 31.2, dan 14.5, dan dari data-data tersebut didapatkan 1.26% membutuhkan perawatan di rumahsakit.
Di Tuscon – AZ didapatkan angka serangan croup selama tahun pertama kehidupan 107 kasus dari 961 anak. Laringitis atau croup mempunyai puncak insidensi pada usia 1-2 tahun. Sebelum usia 6 tahun laki-laki lebih mudah terserang dibandingkan perempuan, dengan perbandingan laki-laki/perempuan 1.43:1.

Patogenesis

Bila jaringan cedera karena terinfeksi oleh kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen ini menyebar lebih luas. Rekasi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki. Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini dinamakan radang.
Laringitis akut merupakan proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Bila etiologi dari laringitis akut disebabkan oleh adanya suatu infeksi, maka sel darah putih akan bekerja membunuh mikroorganisme selama proses penyembuhan. Pita suara kemudian akan menjadi tampak edema, dan proses vibrasi juga umumnya ikut mengalami gangguan. Hal ini juga dapat memicu timbulnya suara yang parau disebabkan oleh gangguan fonasi. Membran yang meliputi pita suara juga terlihat berwarna kemerahan dan membengkak.
Laringitis kronis merupakan suatu proses inflamasi yang menunjukkan adanya peradangan pada mukosa laring yang berlangsung lama. Pada laringitis kronis proses peradangan dapat tetap terjadi meskipun faktor penyebabnya sudah tidak ada. Proses inflamasi akan menyebabkan kerusakan pada epitel bersilia pada laring, terutama pada dinding belakang laring. Hal ini akan menyebabkan gangguan dalam pengeluaran sekret dari traktus trakeobronkial. Bila hal ini terjadi, sekret akan berada tetap pada dinding posterior laring dan sekitar pita suara menimbulkan reaksi timbulnya batuk. Adanya sekret pada daerah pita suara dapat menimbulkan laringospasme. Perubahan yang berarti juga dapat terjadi pada epitel dari pita suara berupa hiperkeratosis, diskeratosis, parakeratosis dan akantosis.

Pencegahan
  • Tidak merokok dan hindari menjadi perokok pasif. Asap rokok membuat kering tenggorokan dan mengiritasi pita suara.
  • Batasi konsumsi alkohol dan kafein. Minuman ini membuat tubuh kehilangan air lebih banyak.
  • Minum air yang cukup. Air membantu mengencerkan lendir pada tenggorokan sehinga mudah dikeluarkan.
  • Hindari batuk. Batuk memberikan efek yang kurang baik karena menyebabkan getaran pada pita suara dan bisa menambah pembengkakan. Batuk juga membuat tenggorokan menghasilkan lendir yang lebih banyak dan terasa lebih teriritasi, sehingga membuat seseorang ingin batuk lagi.
  • Hindari infeksi saluran nafas bagian atas, misalnya dengan sering mencuci tangan dan hindari kontak dengan orang-orang yang sedang terkena pilek.
Alur Diagnosis

Diagnosis laringitis akut dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemerinksaan penunjang:

Anamnesis
Ditemukan gejala demam, malaise, batuk, nyeri telan, ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung selama 3 minggu dan pada keadaan berat didapatkan sesak napas. Pada anamnesis dapat ditanyakan :
  1. Kapan pertama kali timbul serta faktor yang memicu dan mengurangi gejala
  2. Kondisi kesehatan secara umum
  3. Riwayat pekerjaan, termasuk adanya kontak dengan bahan yang dapat memicu timbulnya laringitis seperti debu, asap.
  4. Penggunaan suara berlebih
  5. Penggunaan obat-obatan seperti diuretik, antihipertensi, antihistamin yang dapat menimbulkan kekeringan pada mukosa dan lesi pada mukosa.
  6. Riwayat merokok
  7. Riwayat makan
  8. Suara parau atau disfonia
  9. Batuk kronis terutama pada malam hari
  10. Stridor karena adanya laringospasme bila sekret terdapat disekitar pita suara
  11. Disfagia dan otalgia
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terdapat stridor inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung, retraksi dinding dada, frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu badan merupakan tanda hipoksia
Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis.
 
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan usapan sekret tenggorok dan kultur dapat dilakukan untuk mengetahui kuman penyebab, namun pada anak seringkali tidak ditemukan kuman patogen penyebab. Dan gambaran darah dapat normal, jika disertai infeksi sekunder leukosit dapat meningkat.
Proses peradangan pada laring seringkali juga melibatkan seluruh saluran nafas baik hidung, sinus, faring, trakea dan bronkus, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan foto.
Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign).
Tanda ini ditemukan pada 50% kasus

Penatalaksanaan
:: Perawatan Umum
1)     Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari
2)     Dianjurkan menghirup udara lembab –> Misal: uap air hangat
3)     Menghindari iritasi pada faring dan laring, misalnya merokok, makan pedas atau minum dingin.
4)     Dapat berobat jalan. Kecuali bila ada tanda sumbatan napas, penderita harus dirawat. (terutama pada anak-anak)
5)     Laringitis kronis dapat diatasi latihan kembali kebiasaan menggunakan vocal dengan terapi bicara
:: Perwatan khusus                 
a. Terapi Medikamentosa
1)     Antibiotika golongan penisilin. Untuk dewasa 3 x 500 mg/hari, Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritrosin atau bactrim.
2)     Kortikosteroid  intravena berupa deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari diberikan untuk mengatasi udema laring.
3)     Apabila terdapat sumbatan laring dilakukan pemasangan pipa endotrakea atau trakeostami
b. Terapi Bedah
bila terdapat sekuester dan trakeostomi dan tergantung pada stadium sumbatan laring.

Prognosis
Proses peradangan pada laring seringkali juga melibatkan seluruh saluran nafas baik hidung, sinus, faring, trakea dan bronkus, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan foto.
Laringitis akut pada anak sering menyebabkan obstruksi saluran nafas yang kemudian mengakibatkan terjadinya distres respirasi akut, yang apabila tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan kematian.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Agen penyebab laringitis akut, terutama virus menyebabkan inflamasi, peningkatan produksi mukous, dan berkurang atau hilangnya aktivitas silia di saluran nafas.
b. Diameter saluran nafas pada anak lebih kecil dibanding orang dewasa, sehingga inflamasi dan produksi mukous yang meningkat dapat dengan cepat menyebabkan obstruksi saluran nafas yang hebat
c. Subglotis terdiri dari kartilago cricoid yang kaku, sehingga inflamasi dan edema di daerah ini akan semakin memperkecil diameter saluran nafas.
d. Kolaps dinamik (yaitu menyempitnya saluran nafas bagian atas pada saat fase inspirasi) cenderung terjadi pada anak kecil oleh karena struktur kartilago trakea yang belum sempurna.
e. Bayi dan anak amat rentan terhadap kelelahan otot nafas dan gagal nafas akibat peningkatan kerja nafas.

Referensi:

·       Herry Garna, Heda Melinda D. Nataprawira. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Indonesia: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. 2005.

·       Kasper, Dennis L. Harrison’s Principles of Internal Medicine, Edisi 16. USA: McGraw Hill. 2005.
Pencegahan laryngitis : http://m.medicastore.com/index.php?mod=pencegahan&id=58

BRONKITIS



A.    DEFINISI

Bronkitis merupakan proses keradangan pada bronkus dengan manifestasi utama berupa batuk, yang dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Proses ini dapat disebabkan karena perluasan dari proses penyakit yang terjadi dari saluran napas maupun bawah.Berdasarkan waktu berlangsungnya penyakit, bronkitis akut berlangsung kurang dari 6 minggu dengan rata-rata 10-14 hari, sedangkan bronkitis kronis berlangsung lebih dari 6 minggu.
Secara umum keluhan pada bronkitis kronis dan bronkitis akut hampirsama, hanya saja keluhan pada bronkitis kronis cenderung lebih berat dan lebih lama. Hal ini dikarenakan pada bronkitis kronis terjadi hipertrofi otot-otot polos dan kelenjar serta berbagai perubahan pada saluran pernapasan. Secara klinis, bronkitis kronis merupakanpenyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan batuk berdahak sedikitnya 3 bulandalam setahun selama 2 tahun berturut-turut.

B.    EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia, belum ada angka morbiditas bronkitis kronis, kecuali di rumah sakit sentra pendidikan. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat ( National Center for HealthStatistics ) diperkirakan sekitar 4% dari populasinya didiagnosa bronkitis kronis. Angka ini pun diduga masih di bawah angka morbiditas yang sebenarnya karena bronkitis kronis yang tidak terdiagnosis. Bronkitis akut merupakan kejadian yang paling umum dalam pengobatan rawat jalan, berkontribusi terhadap sekitar 2,5 juta kunjungan ke dokter di ASpada 1998. Di Amerika Serikat, biaya pengobatan untuk bronkitis akut sangat besar untuk setiap episode, pasien menerima rata-rata dua resep untuk digunakan 2-3 hari.
Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa ada perbedaan. Frekuensiangka morbiditas bronkitis kronis lebih kerap terjadi pada pria dibanding wanita. Hanyasaja hingga kini belum ada angka perbandingan yang pasti. Usia penderita bronkitiskronis lebih sering dijumpai di atas 50 tahun.

C.    ETIOLOGI

Secara umum penyebab bronkitis dapat dibagi berdasarkan faktor lingkungan dan faktor host/penderita. Penyebab bronkitis berdasarkan faktor lingkungan meliputi polusiudara, merokok dan infeksi. Infeksi sendiri terbagi menjadi infeksi bakteri ( Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis,  mikoplasma), infeksi virus (RSV, Parainfluenza,Influenza, Adeno) dan infeksi fungi (monilia). Faktor polusi udara meliputi polusi asap rokok atau uap/gas yang memicu terjadinya bronkitis. Sedangkan faktor penderitameliputi usia, jenis kelamin, kondisi alergi dan riwayat penyakit paru yang sudah ada.
Berdasarkan penyebabnya bronkitis dibagi menjadi dua yaitu bronkitis infeksi osadan bronkitis iritatif.
1.     Bronkitis infeksiosa
Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus, terutama Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia. Serangan bronkitis berulang bisa terjadi pada perokok dan penderita penyakit paru dan saluran pernapasan menahun. Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari:
·       Sinusitis kronis
·       Bronkiektasis
·       Alergi
·       Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak 2.
2.      Bronkitis iritatif
Bronkitis iritatif adalah bronkitis yang disebabkan alergi terhadap sesuatu yang dapat menyebabkan iritasi pada daerah bronkus. Bronkitis iritatif bisa disebabkan oleh berbagai jenis debu, asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut organik klorin,hidrogen sulfida, sulfur dioksida dan bromine, polusi udara yang menyebabkan iritasiozon dan nitrogen dioksida, tembakau dan rokok lainnya. Faktor etiologi utamaadalah zat polutan.

D.    MEKANISME

Dua faktor utama yang menyebabkan bronkitis yaitu adanya zat-zat asing yang ada di dalam saluran napas dan infeksi mikrobiologi. Bronkitis kronik ditandai dengan hipersekresi mukus pada saluran napas besar, hipertropi kelenjar submukosa pada trakea dan bronki. Ditandai juga dengan peningkatan sekresi sel goblet di saluran napas kecil, bronki dan bronkiole, menyebabkan produksi   mukus berlebihan, sehingga akan memproduksi sputum yang berlebihan.

E.     ALUR DIAGNOSIS

a.  Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai tiga gejala klinis utama (batuk, sputum, sesak) dan faktor-faktor penyebabnya.

b.  Pemeriksaan fisik.
·       Bila ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi.
·       Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter anteroposterior dada meningkat).
·       Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.
·       Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.
·       Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri bawah di pinggir sternum.
·       Pada kor pulmonal terdapat tanda-tanda payah jantung kanan dengan peninggian tekanan vena, hepatomegali, refluks hepato jugular dan edema kaki.

 c.  Pemeriksaan penunjang.
1)    Pemeriksaan radiologi.
Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
2)    Pemeriksaan fungsi paru.
Terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Sedang KRF sedikit naik atau normal. Diagnosis ini dapat ditegakkan dengan spirometri, yang menunjukkan (VEP) volume ekspirasi paksa dalam 1 detik < 80% dari nilai yang diperkirakan, dan rasio VEP1 : KVP <70%.
3)    Pemeriksaan gas darah.
Penderita bronkitis kronik tidak dapat mempertahankan ventilasi dengan baik sehingga PaCO2 naik dan PO2 turun, saturasi hemoglobin menurun dan timbul sianosis, terjadi juga vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penambahan eritropoeisis.
4)    Pemeriksaan EKG.
Pemeriksaan ini mencatat ada tidaknya serta perkembangan kor pulmonal (hipertrofi atrium dan ventrikel kanan)
5)    Pemeriksaan laboratorium darah : hitung sel darah putih.

       F. PENATALAKSANAAN & PENCEGAHAN

            a.    Penyuluhan.
Harus dijelaskan tentang hal-hal mana saja yang dapat memperberat penyakit dan harus dihindari serta bagaimana cara pengobatan yang baik.
b.    Pencegahan.
Mencegah kebiasaan merokok (dihentikan), menghindari lingkungan polusi, dan dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi.

Referensi
Mansjoer, Arif., Triyanti, Kuspuji., dll. Editor. 1999. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI
Djojodibroto, R. Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : EGC
W.Sudoyo, Aru., Setiyohadi, Bambang., dll. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing
A.Price, Sylvia., M.Wilson Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6 volume 2. Jakarta : EGC

Jumat, 25 April 2014

LARINGITIS



Definisi
 
Larynx adalah kotak suara. Larynx terdiri dari rangka tulang rawan yang memondokkan pita-pita suara, yang ditutupi oleh lapisan lendir. Otot-otot didalam larynx menyesuaikan posisi, bentuk, dan tegangan dari pita-pita suara, mengizinkan kita untuk membuat suara-suara yang berbeda. Segala perubahan dalam aliran udara (yang dihasilkan oleh paru-paru) diseluruh pita-pita suara akan mempengaruhi suara dan kwalitas suara.
Larynx berlokasi pada sambungan dari mulut dan trachea dan mempunyai penutup seperti flap yang disebut epiglottis, yang pekerjaannya adalah untuk mencegah makanan dan air liur memasuki larynx sewaktu menelan.
Laryngitis (larynx + itis = peradangan) adalah peradangan dari kotak suara, menyebabkan parau/serak atau suara yang berbunyi suara parau atau bahkan ketidakmampuan untuk berbicara. Radang akut laring, pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis ( common cold ).
Etiologi
Laringitis biasanya berkaitan bakteri yang menyebabkan radang lokal atau virus yang menyebabkan peradangan sistemik. Akan tetapi inflamasi tesebut juga dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab diantaranya adalah 
Laringitis akut
Laringitis kronis
  1. Rhinovirus
  2. Parainfluenza virus
  3. Adenovirus
  4. Virus mumps
  5. Varisella zooster virus
  6. Penggunaan asma inhaler
  7. Penggunaan suara berlebih dalam pekerjaan : Menyanyi, Berbicara dimuka umum Mengajar
  8. Alergi
  9. Streptococcus grup A
  10. Moraxella catarrhalis
  11. Gastroesophageal refluks
  1. Infeksi bakteri
  2. Infeksi tuberkulosis
  3. Sifilis
  4. Leprae
  5. Virus
  6. Jamur
  7. Actinomycosis
  8. Penggunaan suara berlebih
  9. Alergi
  10. Faktor lingkungan seperti asap, debu
  11. Penyakit sistemik : wegener granulomatosis, amiloidosis
  12. Alkohol
  13. Gatroesophageal refluks

Epidemiologi

Dari penelitian di Seattle – Amerika, didapatkan angka serangan croup pada bayi usia 0-5 bulan didapatkan 5.2 dari 1000 anak per tahun, pada bayi usia 6-12 bulan didapatkan 11 dari 1000 anak per tahun, pada anak usia 1 tahun didapatkan 14.9 dari 1000 anak per tahun, pada anak usia 2-3 tahun didapatkan 7.5 dari 1000 anak per tahun, dan pada anak usia 4-5 tahun didapatkan 3.1 dari 1000 anak per tahun.
Dari penelitian di Chapel Hill – NC, didapatkan data-data perbandingannya yaitu 24.3, 39.7, 47, 31.2, dan 14.5, dan dari data-data tersebut didapatkan 1.26% membutuhkan perawatan di rumahsakit.
Di Tuscon – AZ didapatkan angka serangan croup selama tahun pertama kehidupan 107 kasus dari 961 anak. Laringitis atau croup mempunyai puncak insidensi pada usia 1-2 tahun. Sebelum usia 6 tahun laki-laki lebih mudah terserang dibandingkan perempuan, dengan perbandingan laki-laki/perempuan 1.43:1.

Patogenesis

Bila jaringan cedera karena terinfeksi oleh kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen ini menyebar lebih luas. Rekasi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki. Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini dinamakan radang.
Laringitis akut merupakan proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Bila etiologi dari laringitis akut disebabkan oleh adanya suatu infeksi, maka sel darah putih akan bekerja membunuh mikroorganisme selama proses penyembuhan. Pita suara kemudian akan menjadi tampak edema, dan proses vibrasi juga umumnya ikut mengalami gangguan. Hal ini juga dapat memicu timbulnya suara yang parau disebabkan oleh gangguan fonasi. Membran yang meliputi pita suara juga terlihat berwarna kemerahan dan membengkak.
Laringitis kronis merupakan suatu proses inflamasi yang menunjukkan adanya peradangan pada mukosa laring yang berlangsung lama. Pada laringitis kronis proses peradangan dapat tetap terjadi meskipun faktor penyebabnya sudah tidak ada. Proses inflamasi akan menyebabkan kerusakan pada epitel bersilia pada laring, terutama pada dinding belakang laring. Hal ini akan menyebabkan gangguan dalam pengeluaran sekret dari traktus trakeobronkial. Bila hal ini terjadi, sekret akan berada tetap pada dinding posterior laring dan sekitar pita suara menimbulkan reaksi timbulnya batuk. Adanya sekret pada daerah pita suara dapat menimbulkan laringospasme. Perubahan yang berarti juga dapat terjadi pada epitel dari pita suara berupa hiperkeratosis, diskeratosis, parakeratosis dan akantosis.

Pencegahan
  • Tidak merokok dan hindari menjadi perokok pasif. Asap rokok membuat kering tenggorokan dan mengiritasi pita suara.
  • Batasi konsumsi alkohol dan kafein. Minuman ini membuat tubuh kehilangan air lebih banyak.
  • Minum air yang cukup. Air membantu mengencerkan lendir pada tenggorokan sehinga mudah dikeluarkan.
  • Hindari batuk. Batuk memberikan efek yang kurang baik karena menyebabkan getaran pada pita suara dan bisa menambah pembengkakan. Batuk juga membuat tenggorokan menghasilkan lendir yang lebih banyak dan terasa lebih teriritasi, sehingga membuat seseorang ingin batuk lagi.
  • Hindari infeksi saluran nafas bagian atas, misalnya dengan sering mencuci tangan dan hindari kontak dengan orang-orang yang sedang terkena pilek.
Alur Diagnosis

Diagnosis laringitis akut dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemerinksaan penunjang:

Anamnesis
Ditemukan gejala demam, malaise, batuk, nyeri telan, ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung selama 3 minggu dan pada keadaan berat didapatkan sesak napas. Pada anamnesis dapat ditanyakan :
  1. Kapan pertama kali timbul serta faktor yang memicu dan mengurangi gejala
  2. Kondisi kesehatan secara umum
  3. Riwayat pekerjaan, termasuk adanya kontak dengan bahan yang dapat memicu timbulnya laringitis seperti debu, asap.
  4. Penggunaan suara berlebih
  5. Penggunaan obat-obatan seperti diuretik, antihipertensi, antihistamin yang dapat menimbulkan kekeringan pada mukosa dan lesi pada mukosa.
  6. Riwayat merokok
  7. Riwayat makan
  8. Suara parau atau disfonia
  9. Batuk kronis terutama pada malam hari
  10. Stridor karena adanya laringospasme bila sekret terdapat disekitar pita suara
  11. Disfagia dan otalgia
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terdapat stridor inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung, retraksi dinding dada, frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu badan merupakan tanda hipoksia
Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis.
 
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan usapan sekret tenggorok dan kultur dapat dilakukan untuk mengetahui kuman penyebab, namun pada anak seringkali tidak ditemukan kuman patogen penyebab. Dan gambaran darah dapat normal, jika disertai infeksi sekunder leukosit dapat meningkat.
Proses peradangan pada laring seringkali juga melibatkan seluruh saluran nafas baik hidung, sinus, faring, trakea dan bronkus, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan foto.
Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign).
Tanda ini ditemukan pada 50% kasus

Penatalaksanaan
:: Perawatan Umum
1)     Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari
2)     Dianjurkan menghirup udara lembab –> Misal: uap air hangat
3)     Menghindari iritasi pada faring dan laring, misalnya merokok, makan pedas atau minum dingin.
4)     Dapat berobat jalan. Kecuali bila ada tanda sumbatan napas, penderita harus dirawat. (terutama pada anak-anak)
5)     Laringitis kronis dapat diatasi latihan kembali kebiasaan menggunakan vocal dengan terapi bicara
:: Perwatan khusus                 
a. Terapi Medikamentosa
1)     Antibiotika golongan penisilin. Untuk dewasa 3 x 500 mg/hari, Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritrosin atau bactrim.
2)     Kortikosteroid  intravena berupa deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari diberikan untuk mengatasi udema laring.
3)     Apabila terdapat sumbatan laring dilakukan pemasangan pipa endotrakea atau trakeostami
b. Terapi Bedah
bila terdapat sekuester dan trakeostomi dan tergantung pada stadium sumbatan laring.

Prognosis
Proses peradangan pada laring seringkali juga melibatkan seluruh saluran nafas baik hidung, sinus, faring, trakea dan bronkus, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan foto.
Laringitis akut pada anak sering menyebabkan obstruksi saluran nafas yang kemudian mengakibatkan terjadinya distres respirasi akut, yang apabila tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan kematian.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Agen penyebab laringitis akut, terutama virus menyebabkan inflamasi, peningkatan produksi mukous, dan berkurang atau hilangnya aktivitas silia di saluran nafas.
b. Diameter saluran nafas pada anak lebih kecil dibanding orang dewasa, sehingga inflamasi dan produksi mukous yang meningkat dapat dengan cepat menyebabkan obstruksi saluran nafas yang hebat
c. Subglotis terdiri dari kartilago cricoid yang kaku, sehingga inflamasi dan edema di daerah ini akan semakin memperkecil diameter saluran nafas.
d. Kolaps dinamik (yaitu menyempitnya saluran nafas bagian atas pada saat fase inspirasi) cenderung terjadi pada anak kecil oleh karena struktur kartilago trakea yang belum sempurna.
e. Bayi dan anak amat rentan terhadap kelelahan otot nafas dan gagal nafas akibat peningkatan kerja nafas.

Referensi:

·       Herry Garna, Heda Melinda D. Nataprawira. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Indonesia: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. 2005.

·       Kasper, Dennis L. Harrison’s Principles of Internal Medicine, Edisi 16. USA: McGraw Hill. 2005.
Pencegahan laryngitis : http://m.medicastore.com/index.php?mod=pencegahan&id=58

BRONKITIS



A.    DEFINISI

Bronkitis merupakan proses keradangan pada bronkus dengan manifestasi utama berupa batuk, yang dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Proses ini dapat disebabkan karena perluasan dari proses penyakit yang terjadi dari saluran napas maupun bawah.Berdasarkan waktu berlangsungnya penyakit, bronkitis akut berlangsung kurang dari 6 minggu dengan rata-rata 10-14 hari, sedangkan bronkitis kronis berlangsung lebih dari 6 minggu.
Secara umum keluhan pada bronkitis kronis dan bronkitis akut hampirsama, hanya saja keluhan pada bronkitis kronis cenderung lebih berat dan lebih lama. Hal ini dikarenakan pada bronkitis kronis terjadi hipertrofi otot-otot polos dan kelenjar serta berbagai perubahan pada saluran pernapasan. Secara klinis, bronkitis kronis merupakanpenyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan batuk berdahak sedikitnya 3 bulandalam setahun selama 2 tahun berturut-turut.

B.    EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia, belum ada angka morbiditas bronkitis kronis, kecuali di rumah sakit sentra pendidikan. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat ( National Center for HealthStatistics ) diperkirakan sekitar 4% dari populasinya didiagnosa bronkitis kronis. Angka ini pun diduga masih di bawah angka morbiditas yang sebenarnya karena bronkitis kronis yang tidak terdiagnosis. Bronkitis akut merupakan kejadian yang paling umum dalam pengobatan rawat jalan, berkontribusi terhadap sekitar 2,5 juta kunjungan ke dokter di ASpada 1998. Di Amerika Serikat, biaya pengobatan untuk bronkitis akut sangat besar untuk setiap episode, pasien menerima rata-rata dua resep untuk digunakan 2-3 hari.
Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa ada perbedaan. Frekuensiangka morbiditas bronkitis kronis lebih kerap terjadi pada pria dibanding wanita. Hanyasaja hingga kini belum ada angka perbandingan yang pasti. Usia penderita bronkitiskronis lebih sering dijumpai di atas 50 tahun.

C.    ETIOLOGI

Secara umum penyebab bronkitis dapat dibagi berdasarkan faktor lingkungan dan faktor host/penderita. Penyebab bronkitis berdasarkan faktor lingkungan meliputi polusiudara, merokok dan infeksi. Infeksi sendiri terbagi menjadi infeksi bakteri ( Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis,  mikoplasma), infeksi virus (RSV, Parainfluenza,Influenza, Adeno) dan infeksi fungi (monilia). Faktor polusi udara meliputi polusi asap rokok atau uap/gas yang memicu terjadinya bronkitis. Sedangkan faktor penderitameliputi usia, jenis kelamin, kondisi alergi dan riwayat penyakit paru yang sudah ada.
Berdasarkan penyebabnya bronkitis dibagi menjadi dua yaitu bronkitis infeksi osadan bronkitis iritatif.
1.     Bronkitis infeksiosa
Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus, terutama Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia. Serangan bronkitis berulang bisa terjadi pada perokok dan penderita penyakit paru dan saluran pernapasan menahun. Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari:
·       Sinusitis kronis
·       Bronkiektasis
·       Alergi
·       Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak 2.
2.      Bronkitis iritatif
Bronkitis iritatif adalah bronkitis yang disebabkan alergi terhadap sesuatu yang dapat menyebabkan iritasi pada daerah bronkus. Bronkitis iritatif bisa disebabkan oleh berbagai jenis debu, asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut organik klorin,hidrogen sulfida, sulfur dioksida dan bromine, polusi udara yang menyebabkan iritasiozon dan nitrogen dioksida, tembakau dan rokok lainnya. Faktor etiologi utamaadalah zat polutan.

D.    MEKANISME

Dua faktor utama yang menyebabkan bronkitis yaitu adanya zat-zat asing yang ada di dalam saluran napas dan infeksi mikrobiologi. Bronkitis kronik ditandai dengan hipersekresi mukus pada saluran napas besar, hipertropi kelenjar submukosa pada trakea dan bronki. Ditandai juga dengan peningkatan sekresi sel goblet di saluran napas kecil, bronki dan bronkiole, menyebabkan produksi   mukus berlebihan, sehingga akan memproduksi sputum yang berlebihan.

E.     ALUR DIAGNOSIS

a.  Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai tiga gejala klinis utama (batuk, sputum, sesak) dan faktor-faktor penyebabnya.

b.  Pemeriksaan fisik.
·       Bila ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi.
·       Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter anteroposterior dada meningkat).
·       Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.
·       Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.
·       Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri bawah di pinggir sternum.
·       Pada kor pulmonal terdapat tanda-tanda payah jantung kanan dengan peninggian tekanan vena, hepatomegali, refluks hepato jugular dan edema kaki.

 c.  Pemeriksaan penunjang.
1)    Pemeriksaan radiologi.
Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
2)    Pemeriksaan fungsi paru.
Terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Sedang KRF sedikit naik atau normal. Diagnosis ini dapat ditegakkan dengan spirometri, yang menunjukkan (VEP) volume ekspirasi paksa dalam 1 detik < 80% dari nilai yang diperkirakan, dan rasio VEP1 : KVP <70%.
3)    Pemeriksaan gas darah.
Penderita bronkitis kronik tidak dapat mempertahankan ventilasi dengan baik sehingga PaCO2 naik dan PO2 turun, saturasi hemoglobin menurun dan timbul sianosis, terjadi juga vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penambahan eritropoeisis.
4)    Pemeriksaan EKG.
Pemeriksaan ini mencatat ada tidaknya serta perkembangan kor pulmonal (hipertrofi atrium dan ventrikel kanan)
5)    Pemeriksaan laboratorium darah : hitung sel darah putih.

       F. PENATALAKSANAAN & PENCEGAHAN

            a.    Penyuluhan.
Harus dijelaskan tentang hal-hal mana saja yang dapat memperberat penyakit dan harus dihindari serta bagaimana cara pengobatan yang baik.
b.    Pencegahan.
Mencegah kebiasaan merokok (dihentikan), menghindari lingkungan polusi, dan dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi.

Referensi
Mansjoer, Arif., Triyanti, Kuspuji., dll. Editor. 1999. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI
Djojodibroto, R. Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : EGC
W.Sudoyo, Aru., Setiyohadi, Bambang., dll. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing
A.Price, Sylvia., M.Wilson Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6 volume 2. Jakarta : EGC