Definisi
Sinusitis adalah suatu
peradangan yang terjadi pada sinus. Sinus sendiri adalah rongga udara yang
terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus
adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di daerah
hidung.
Peradangan mukosa sinus dapat berupa sinusitis
maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila
yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan bila semua sinus
terkena disebut pansinusitis.
Ada delapan sinus
paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung yaitu:
a. Sinus Frontal, terletak di atas
mata dibagian tengah dari masing-masing alis.
b. Sinus Maxillary,
terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung.
c. Sinus Ethmoid,
terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung.
d. Sinus Sphenoid,
terletak dibelakang sinus ethmoid dan dibelakang mata.
Semua sinus ini
dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan
semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.
Fungsi sinus paranasal adalah :
Membentuk pertumbuhan wajah karena di
dalam sinus terdapat rongga udara sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak
terdapat sinus maka pertumbuhan tulang akan terdesak.
Sebagai pengatur udara (air
conditioning).
Peringan cranium.
Resonansi suara.
Membantu produksi mukus.
Epidemiologi
Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung
dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau
sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.Penelitian Darmawan dkk
tahun 2005, jumlah penderita rinosinusitis pada anak di RSCM Jakarta tahun
1998-2004 adalah 163 orang, terdiri dari 90 lelaki(55,2%) dan 73 perempuan
(44,8%). Kelompok umur terbanyak yaitu >6 tahun 113 orang (69,3%) dan
manifestasi klinis terbanyak adalah batuk 152 orang (93,3%).Asma ditemukan pada
84 orang (51,5%) dan rinitis alergi 44 orang (27%).
Di bagian THT RS dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar dilaporkan
tindakan bedah sinus endoskopi fungsional pada periode Januari 2005-Juli 2006
yaitu 21 kasus atas indikasi rinosinusitis, 33 kasus pada polip hidung disertai
rinosinusitis dan 30 kasus atas indikasi rinosinusitis dan septum deviasi.
Sedangkan di klinik THT-KL RSUP Dr. Kariadi Semarang, Jumlah
kunjungan
pasien rinosinusitis
kronik pada tahun 2006, dicatat sebanyak 1.152 kasus, dimana
816 kasus
(71%) merupakan kasus lama yang mengalami kekambuhan.
Etiologi
Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau
kurang)
maupun
kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai
berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun).
Penyebab
sinusitis akut:
o Infeksi
virus
-
Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan
bagian
atas (misalnya pilek).
o Bakteri
- Di
dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan
normal
tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus
influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase
dari
sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang
sebelumnya
tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam
sinus,
sehingga terjadi infeksi sinus akut.
o Infeksi
jamur
- Kadang
infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut. Aspergillus merupakan
jamur
yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan sistem kekebalan. Pada
orang-orang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi
alergi
terhadap jamur.
o
Peradangan menahun pada saluran hidung.
- Pada
penderita rinitis alergika bisa terjadi sinusitis akut. Demikian pula halnya
pada
penderita rinitis vasomotor.
o
Penyakit tertentu.
-
Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan
dan
penderita
kelainan sekresi lendir (misalnya fibrosis kistik).
Penyebab
sinusitis kronis:
o Asma
o
Penyakit alergi (misalnya rinitis alergika)
o
Gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun pembuangan lendir.
Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis
a. Drainage
1. Dengan
pemberian obat, yaitu dekongestan local seperti efedrin
1%(dewasa) ½%(anak) dan
dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg.
2. Surgikal
dengan irigasi sinus maksilaris.
b. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk
Sinusitis akut) yaitu:
1. Ampisilin 4 X 500 mg
2. Amoksilin 3 x 500 mg
3. Sulfametaksol=TMP
(800/60) 2 x 1tablet
4. Diksisiklin 100
mg/hari.
c. Pemberian obat simtomatik. Contohnya
parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
d. Untuk Sinusitis kronis, bisa dengan:
1. Cabut
geraham atas bila penyebab dentogen
2. Irigasi
1 x setiap minggu (10-20)
3. Operasi
Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).
2) Penatalaksanaan
Pembedahan
a. Radikal
1. Sinus
maksila dengan operasi Cadhwell-luc.
2. Sinus
ethmoid dengan ethmoidektomi.
3. Sinus
frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.
b. Non Radikal
Bedah Sinus Endoskopik
Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka dan membersihkan daerah kompleks
ostiomeatal.
Pencegahan
Kekambuhan dapat dicegah sehingga pasien tidak
perlu mengalami perburukan gejala sinusitis kronik.Usaha pencegahan seperti
irigasi nasal dengan menggunakan salin, manajemen pada penyakit yang mengikuti,
menaikkan tingkat kebersihan untuk menjaga higienisitas sehingga mencegah infeksi
sekunder.
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi
ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek
osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial
dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM
mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini
menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya
ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang
menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal
yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis
non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan.
Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk
dalam sinus ini akan menjadi media yang paten untuk tumbuh dan multiplikasi
bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut
bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka
keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan
semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu
hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.
Alur diagnosis
Pemeriksaan:
a. Inspeksi
Yang diperhatikan adalah pembengkakan di kelopak mata atas
mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut.
b. Palpasi
Pada sinusitis frontalis terdapat nyeri tekan pada dasar sinus
frontal, yaitu pada bagian medial atap orbita.
c. Perkusi
Dengan perkusi pada lokasi sinus frontalis yang terinfeksi akan
memberikan rasa nyeri yang hebat 8.
d. Transluminasi (Diaphanoscopia)
Transluminasi pada daerah atap dari orbita jika memberikan
gambaran yang terang menunjukkan sinus frontalis berkembang dengan baik dan
normal, namun jika gambarannya gelap menunjukkan sinus tidak berkembang atau
adanya pus, mukosa yang menebal ataupun terdapatnya neoplasma.
e. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat membantu menegakkan diagnosa
sinusitis frontalis adalah sebagai berikut.
1. Posisi Caldwell
Posisi ini didapt dengan meletakkan hidung dan dahi diatas meja
sedemikian rupa sehingga garis orbito-meatal (yang menghubungkan kantus
lateralis mata dengan batas superior kanalis auditorius eksterna) tegak lurus
terhadap film. Sudut sinar rontgen adalah 15 derajat
karniokaudal dengan titik keluarnya nasion.
2. Posisi Waters
Posisi ini yang paling
sering digunakan. Maksud dari posisi ini adalah untuk memproyeksikan tulang
petrosus supaya terletak dibawah antrum maksila. Hal ini didapatkan dengan
menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan
meja. Bidang yang melalui kantus medial mata dan tragus membentuk sudut lebih
kurang 37 derajat dengan film.proyeksi waters dengan mulut terbuka memberikan
pandangan terhadap semua sinus paranasal.
3. Posisi lateral
Kaset dan film
diletakkan paralel terhadap bidang sagital utama tengkorak.
f. CT-SCAN
Lebih akurat untuk melihat kelainan sinus,
namun harganya lebih mahal.
Referensi:
Soetjipto D,
Mangunkusumo E. Sinus Paranasal. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke lima. Editor:
Soepardi EA, Iskandar
N. Jakarta: Gaya baru; 2001. 115-124
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III
Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mangunkusumo E,
Soetjipto D. Sinus Paranasal dan Sinusitis, Dalam:
Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala&Leher.
Edisi Keenam. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI; 2009.
0 komentar:
Posting Komentar